INFORMASI KAWIN CAMPUR INDONESIA-INDIA

11 April 2011

UU Keimigrasian baru beri kemudahan bagi pemegang ITAS & ITAP karena kawin campuran

UU Keimigrasian baru beri kemudahan bagi pemegang ITAS & ITAP karena kawin campuran


Kamis, 07 April 2011

Akhirnya, RUU Keimigrasian berhasil diselesaikan dan ditetapkan sebagai Undang-undang oleh DPR dengan pemerintah pada tanggal 07 April 2011 pukul 11.45 WIB di gedung Nusantara II. Undang-undang tersebut ditetapkan secara aklamasi, musyawarah dan mufakat dari semua fraksi yang ada di DPR.

Sidang dibuka oleh Wakil Ketua DPR-Drs. H. Priyo Budi Santoso dan dihadiri oleh para anggota dewan dari semua fraksi yang ada di DPR. Dari pihak pemerintah, diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar beserta Direktur Jenderal Imigrasi, Bambang Irawan, SE.; Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan- DR. Wahiduddin Adams, M.A.,; Sekretaris Direktorat Jenderal Imigrasi-Dr. Muhammad Indra, SH., MH.; serta para Direktur di lingkungan Ditjen Imigrasi: Direktur Sistem dan Teknologi Informasi Keimigrasian-Erwin Azis, SH., MH.; Direktur Izin Tinggal dan Status Keimigrasian-Pramuningtias Hadiwidjojo, SH.; Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian-Drs. Husin Alaydrus, SH., MH.; Direktur Lintas Batas dan Kerjasama Luar Negeri Keimigrasian-Drs. Rindang Napitupulu; serta Direktur Intelijen Keimigrasian-Drs.Tamsil Yacob. Direktur Dokumen Perjalanan, Visa dan Fasilitas Keimigrasian-Drs. Budi Satria Wibawa berhalangan hadir karena sedang berada di luar kota untuk urusan dinas.

Turut hadir dalam sidang paripurna, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali- Taswen Tarib, SH., MH. serta Dr. Asep Kurnia, SH., MH.

Sidang kemudian dilanjutkan dengan agenda laporan Komisi III DPR RI mengenai Pembicaraan Tingkat I RUU tentang Keimigrasian dalam rapat paripurna/pengambilan keputusan terhadap Rancangan Undang-undang Keimigrasian oleh Fachri Hamzah, SE. Dilanjutkan dengan penyampaian pandangan pemerintah oleh Menteri Hukum dan HAM RI, Patrialis Akbar.

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang keimigrasian disampaikan Presiden kepada Pimpinan DPR-RI dengan surat Nomor R-16/Pres/2/2010 tanggal 23 Februari 2010. Dalam surat tersebut, disampaikan bahwa RUU Keimigrasian ini merupakan penyampaian yang kedua kali, setelah sebelumnya pernah disampaikan oleh Presiden melalui Surat Nomor R.18/Pres/10/2005 tanggal 12 Oktober 2005. Presiden menunjuk Menteri Hukum dan HAM untuk mewakili Presiden dalam pembahasan RUU ini di DPR.

Menindaklanjuti Surat Presiden tersebut, Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI tanggal 25 Februari 2010 memutuskan bahwa pembahasan RUU Keimigrasian ditugaskan kepada Komisi III yang kemudian disampaikan melalui Surat Ketua DPR Nomor TU.04/2118/DPR/ RI/III/2010 tanggal 11 Maret 2010 perihal penugasan untuk membahas RUU tentang keimigrasian.

Untuk melaksanakan penugasan pembahasan RUU ini, Komisi III telah mengadakan Rapat Kerja dengan Menteri Hukum dan HAM yang mewakili Presiden serta membentuk Panitia Kerja (Panja) RUU Keimigrasian yang selanjutnya ditugaskan membahas substansi/ materi RUU tersebut.

Rapat Kerja dengan Menteri Hukum dan HAM diselenggarakan pada hari Selasa, 27 April 2010 untuk mendengarkan Keterangan Presiden atas RUU tentang Keimigrasian, pandangan fraksi-fraksi terhadap RUU Keimigrasian dan penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Dalam kesempatan Rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM telah dipahami bahwa arus globalisasi yang terjadi dewasa ini telah menyebabkan terjadinya perubahan di berbagai aspek kehidupan masyarakat yang berimplikasi pada bidang keimigrasian. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi kembali terhadap kebijakan nasional di bidang keimigrasian dengan cara memperbarui undang-undang di bidang keimigrasian.

Pembahasan RUU Keimigrasian ini dalam perkembangannya membutuhkan waktu cukup lama, yakni hampir satu tahun. Namun demikian, lamanya waktu tersebut merupakan konsekuensi dari proses penyempurnaan yang diharapkan menjadi tonggak pembaruan Keimigrasian Indonesia.

Pada kesempatan tersebut, Panja RUU Keimigrasian menyampaikan perlunya dilakukan pengkajian yang lebih komprehensif atas materi yang terdapat dalam RUU Keimigrasian. Hal ini dikarenakan pembahasan RUU Keimigrasian sebagai pengganti Undang-undang nomor 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian bertujuan mengubah berbagai kebijakan Keimigrasian Indonesia yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Dengan demikian Undang-undang keimigrasian yang baru nantinya harus memiliki landasan filosofis dan sosiologis dengan paradigma sebagai berikut:

  1. Mencegah penyalahgunaan wewenang;
  2. Reformasi Birokrasi dan pelayanan publik yang efektif, efisien dan memiliki kepastian hukum;
  3. Pembaruan penyelenggaraan fungsi keimigrasian yang berbasis sistem informasi dan manajemen keimigrasian;
  4. Memodernisasi pendekatan keamanan dengan penghormatan HAM;
  5. Memajukan kesejahteraan masyarakat dengan mendukung peningkatan investasi, pariwisata dan serta mengayomi hubungan sosial budaya bangsa Indonesia dalam pergaulan internasional.
  6. Melalui pembahasan yang mendalam dalam rapat kerja maupun rapat Panja, tim perumus dan tim sinkronisasi, akhirnya berhasil dicapai kesepakatan dan dirumuskan materi RUU Keimigrasian sesuai dengan paradigma baru dalam suatu sistematika yang lebih jelas, sehingga pada akhirnya pembahasan RUU Keimigrasian dapat diselesaikan.


RUU  Keimigrasian yang telah disepakati pada pembicaraan tingkat I telah merumuskan berbagai pembaruan, antara lain:

  1. Leading Sector fungsi keimigrasian yang telah diletakkan di Kementerian Hukum dan HAM;
  2. Organisasi Direktorat Jenderal Imigrasi yang otonom;
  3. Penerapan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian sebagai penunjang pelaksanaan fungsi Keimigrasian dengan perangkat dan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi;
  4. Penegasan bahwa setiap Warga Negara Indonesia tidak dapat ditolak masuk wilayah Indonesia;
  5. Pengaturan sterilisasi area Imigrasi di setiap Tempat Pemeriksaan Imigrasi di bandar udara, pelabuhan laut,dan pos lintas batas;
  6. Menteri Luar Negeri didelegasikan untuk mengatur hal yang terkait dengan paspor, visa dan izin tinggal untuk tugas diplomatik dan dinas;
  7. Pengaturan visa yang lebih jelas tujuan pemberian dan subjeknya;
  8. Pengaturan izin tinggal tetap yang diberikan untuk waktu yang tidak terbatas dengan tetap memiliki kewajiban melapor ke Kantor Imigrasi setiap 5 (lima) tahun dengan tidak dikenai biaya;
  9. Kemudahan bagi eks Warga Negara Indonesia dan eks subjek anak berkewarganegaraan ganda Republik Indonesia untuk memiliki Izin Tinggal Tetap;
  10. Kemudahan bagi pemegang Izin Tinggal Terbatas dan Izin Tinggal Tetap karena perkawinan campuran untuk melakukan pekerjaan dan/atau usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan/atau keluarganya;
  11. Pengaturan penjamin sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keberadaan dan kegiatan orang asing selama berada di wilayah Indonesia;
  12. Perluasan perspektif pengawasan keimigrasian yaitu pengawasan yang berbasis data dan informasi, pengawasan lapangan yang menyertakan tim pengawasan dari badan atau instansi pemerintah terkait, serta penguatan fungsi intelijen Keimigrasian;
  13. Tindakan administratif Keimigrasian sebagai salah satu proses penegakan hukum di luar sistem peradilan;
  14. Rumah dan ruang detensi sebagai tempat penempatan sementara bagi orang asing yang melanggar peraturan perundang-undangan dan korban perdagangan orang dan penyelundupan manusia;
  15. Kewenangan preventif dan represif Menteri Hukum dan HAM dalam penanganan perdagangan orang dan penyelundupan manusia;
  16. Pencegahan dalam keadaan yang mendesak di mana pejabat yang berwenang dapat meminta secara langsung kepada pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Keimigrasian;
  17. PPNS Keimigrasian diberi wewenang sebagai penyidik tindak pidana Keimigrasian;
  18. Ketentuan pidana yang mengatur kriminalisasi bagi penanggung jawab alat angkut, penjamin, pengurus, atau penanggung jawab penginapan, pelaku perdagangan orang dan penyelundupan manusia, pembuat maupun pengguna dan penyimpan dokumen keimigrasian palsu, pelaku perkawinan semu, deteni serta pejabat Imigrasi atau pejabat lain yang melakukan penyalahgunaan wewenang dan tidak melaksanakan tugas sesuai prosedur; dan
  19. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia peserta pendidikan khusus Keimigrasian minimal sarjana.


Komisi III DPR RI telah mengadakan rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM dalam rangka pembicaraan tingkat I pada 31 Maret 2011 dengan agenda Laporan Ketua Panja kepada Pleno Komisi III, mengenai hasil pembahasan RUU tentang Keimigrasian, pendapat mini fraksi di mana seluruh fraksi menyatakan persetujuan dengan pengambilan keputusan, serta diakhiri dengan penandatanganan draft RUU.

Berkenaan dengan hal tersebut, Komisi III DPR menyetujui agar RUU tentang Keimigrasian dilanjutkan ke Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan, guna mendapatkan persetujuan bersama DPR dan Presiden pada Rapat Paripurna DPR-RI pada Kamis, 07 April 2011.
Terakhir Diperbaharui ( Kamis, 07 April 2011 )  

3 comments: